Natal tahun ini jatuh di hari senin, oleh karena itu kami memutuskan seminggu di Parakan, kecuali saya karena sisa cuti saya hanya tinggal 2 hari saja, karenanya saya harus kembali bekerja dan akan kembali ke Jawa Tengah sebelum tahun baru.
Dengan segala persiapan yang sudah direncanakan, membuat kue kering, salah satu aktivitas rutin saya sebelum pulang, sebagai salah satu pilihan alternative oleh-oleh. Buat saya ini juga menjadi salah satu tradisi keluarga yang saya teruskan. Dulu setiap natal, imlek dan hari raya Idul Fitri, mami saya pasti membuat kue kering, karena di 3 hari besar ini, keluarga akan berdatangan untuk berkunjung ke rumah. Dan tradisi membuat kue kering ini saya lanjutkan, setiap kali ke kerabat, rata-rata saya membawa kue kering.
Dan dengan semua persiapan yang mepet, maklum desember selalu menjadi bulan yang sibuk. Ditengah persiapan natal, hubby yang meeting di Jakarta, persiapan pesanan untuk bingkisan natal, Puji Tuhan semua bisa selesai tepat waktu, termasuk si kue kering. Dan jujur, tampaknya Felix juga mulai menikmati aktivitas membuat kue kering, dengan cerita saya mengenai masa kecil saya membuat kue kering, kali ini dia membuat kue kering mobil polisi lengkap dengan sirine dan boneka beruang. Saya hanya menyalurkan kreativitasnya saja, daripada bayar mahal di kursus masak untuk anak-anak, lebih baik di dapur sendiri.
Dan saat tiba harinya, jumat 22 desember 2017 kami berangkat dari Surabaya. Walaupun awalnya kami berencana berangkat hari sabtu, tetapi karena adik yang di Bandung tiba hari jumat maka kami memutuskan berangkat lebih awal. Dan kami bersyukur kami berangkat 1 hari lebih awal, karena jalanan masih lengang, maklum masih
banyak yang bekerja di hari ini dan perjalanan ke Jogja lancar sekali.
banyak yang bekerja di hari ini dan perjalanan ke Jogja lancar sekali.
Tiba di hotel kami langsung memasukkan barang dan si kecil sudah menagih berenang. Langsunglah kami berenang. Si kecil berenang di kolam anak sambil saya ajarin, karena tidak mau, saya berenang sendiri. Sambil kami berenang, si papi pijat sejenak karena capek mengemudi. Tak lama kemudian papi ikut berenang dan saya kembali ke kamar untuk mandi terlebih dahulu. Setelah selesai mandi kami pergi makan, sudah laper banget si bos kecil.
Baru kali ini kami bisa menikmati kota Jogja, karena biasanya kami hanya lewat saja. Dan saya memilih kami makan di House of Raminten yang sedang naik daun. Mungkin saya terpengaruh oleh postingan para food blogger yang banyak meriview menu di warung ini. Kami ke sana naik gojek, dengan biaya yang murah dan tidak perlu bermacet-macet ria.
Ini menu yang kami order:
- Ayam koteka yang menjadi menu andalan, perpaduan telur dan ayam giling yang dimasak di bamboo, disajikan dengan sambal Lombok ijo, harga 17K, ini enak dan recommended
- Sate ayam harga 4K/tusuk
- Bakmi jawa 17K
- Mangut lele, ini uenak, ada aroma lele yang diasap baru dimasak dengan santan dengan sedikit rasa pedas khas jawa tengah, harga 11K, ini recommended
- Garang asem ayam
- Sego gudeg komplet harga 22K
- Nasi langgi harga 6K sudah ada telur, ayam, sambal, ini enakkk
- Es dawet jumbo, ini bias diminum 2-3 orang, perpaduan dawet dan cincau hijau harga 22K
- Wedang secang
- Susu perawan tancep harga 11K, perpaduan susu, jahe dan brown sugar, ini uenakkkk, anget di badan dan yang membuat dia menjadi cirri khas adalah karena gelasnya itu lho. Gelas unik dan tampaknya jadi cirri khas resto ini.
Saya juga hanya sempat sedikit berfoto ria, maklum junior sudah capek dan ada sedikit insiden, si kecil pegang dupa yang menyala dan menangis sekeras mungkin. Dan kami panik dan segera kembali ke hotel. Oh iya desain restonya ada lesehan/angkringan dengan budaya jawa yang kental, banyak unsur kayu, ada dupa di berbagai sisi, ada aneka bunga semacam sesajen, ada beberapa kereta kuno. Dan tempatnya ramai sekali. Dan yang menjadi unik adalah kostum yang dipakai oleh waiter-waitress nya perpaduan baju daerah dan modern, sayang saya tidak sempat memfotonya.
Tiba di hotel kami langsung membersihkan diri dan tidak lama kemudian, sahabat lama datang dan menjenguk kami di hotel untuk berbincang-bincang tanpa arah. Tq ya Andry dan Lili yang sudah mengunjungi kami.
Keesokan harinya kami lanjut ke Parakan bermacet-macet ria. Hari minggu pagi kami pergi ke Pasar Papringan yang sedang naik daun. Kami janjian dengan para sepupu dari Jakarta dan Pekalongan, saying sekali terlalu ramai sampai tidak sempat berfoto ria. Dan karena pas moment liburan dan Pasar Papringan ini hanya buka setiap hari Minggu Pon dan Minggu Wage, ke lokasi macet sekali bahkan kami jalan sepanjang 1 km karena macet sekali.
Lokasi Pasar Papringan adalah di Desa Ngadiprono, Kedu, Temanggung, Jateng. Menurut warga setempat, papringan merupakan sebutan lazim untuk satu tempat rerimbunan pohon bambu. Dan memang sepanjang jalan menuju lokasi Pasar kami melewati jalan setapak yang kanan kirinya ada pohon pring / bambu. Bahkan di lokasi aneka sarana dan prasarana terbuat dari bamboo dari uang koin, meja, kemasan/tas, piring, mainan, tempat sampah dan lokasi juga berada di tengah hutam bambu.
Aneka kebutuhan ada di sini, terutama makanan terutama makanan lokal seperti: pecel, sego megono, tahukupat, dawet, jamu, ayam lesah, aneka gorengan, aneka jajan ndeso, aneka jenang dan bubur, aneka kripik lokal seperti singkong, kentang dll.
Permainan yang ada di sini: ayunan, jungkat-jungkit, egrang, selop bamboo/bakiak, sebenarnya ada juga spot foto bersama semacam tokoh pewayangan tetapi kami ngga foto karena terlalu ramai.
Tidak ada plastik
Ada juga larangan pemakaian plastik dan sebagai penggantinya memakai besek. Pedagang juga dilarang memakai penyedap rasa atau Msg (monosodium glutamate).
Uniknya, pembeli dan penjual juga tidak bisa memakai uang rupiah sebagai alat pembayaran. Baik pembeli maupun penjual harus menukarkan uang rupiah itu dengan alat pembayaran yang oleh warga desa setempat disebut "koin pring". Bentuknya memang mirip koin, namun terbuat dari bambu. Tiap koin seharga 2 ribu rupiah yang bias didapatkan di loket penukaran.
Hari Minggu sore kami menghadiri misa natal seperti biasa dan di hari natalnya kami ke makam, yang menjadi salah satu ritual setiap kami pulang kampung. Kali ini papi berhasil menangkap capung dan saya heran tumben Felix mau memegang tanpa geli. Yah memang menurut saya anak perlu dibawa mendekat ke alam.
Kemudian kami berkumpul di rumah saudara dan berkumpul merayakan natal. Kami hanya berkumpul sebentar dan tukar kado, maklum sukar bagi kami untuk berkumpul dengan formasi lengkap.
Dan kemudian kami kembali ke Jogja untuk mengantar ke bandara, saya kembali ke Surabaya naik bus malam dan tiba di Surabaya subuh. Sudah lama sekali saya tidak naik bus dan seakan jiwa petualangan tumbuh kembali walau tetap ada rasa takut, karena ini perjalanan yang cukup jauh.
Selasa, 26 Desember saya sempat bertemu 2 sahabat dari SD dan kami ngobrol panjang sekali, tampaknya perlu dijadwalkan lagi lain waktu. Singkat cerita saya bekerja 4 hari saja dan kembali ke Jateng melanjutkan liburan untuk pergantian tahun.
Saya tiba di rumah Jawa Tengah sabtu pagi sekitar jam 5 pagi dan hari-hari berikutnya diisi banyak tidur, kami hanya pamit ke keluarga bahwa kami akan pulang. Dan sebelum pulang, saya malah masuk angin, perut ngga enak tapi puji Tuhan kami bias pulang tepat waktu dan sambil minum yakult, kaya iklan.
Kami pulang lewat ambarawa, dan setiap pulang saya selalu ingin berwisata, agar terasa liburannya. Bekal saya hanya google saja, dan liburan kali ini saya memilih museum kereta api yang ada di Ambarawa. Kami tiba di Museum KA sekitar jam 9 pagi dan langsung membeli tiket masuk. Tiket masuknya sangat terjangkau, dewasa 10K/orang dan anak-anak 5K/orang.
Begitu masuk, suasana stasiun sangat terasa, lorong panjang dan berbagai lokomotif kuno yang dicat ulang berjajaran. Dengan berbagai informasi sejarah dunia perkembangan Kereta api di Indonesia di sepanjang lorong, namun saya tidak terlalu banyak membaca, hanya mengikuti si kecil yang berlarian sudah tidak sabar ingin naik kereta api seperti orang-orang yang sudah masuk terlebih dahulu.
Karena sebenarnya saya ingin naik kereta wisata yang tiketnya seharga 50K/orang, namun apa daya tiket yang tersedia untuk trip jam 2 siang dank arena kami perlu melanjutkan perjalanan ke Semarang kami tidak naik kereta dan hanya naik lokomotif, foto-foto saja dan melanjutkan perjalanan ke Semarang.
Tiba di Semarang ke tempat sahabat lama dan malah dijamu makan di Soto Ayam khas Kudu Mbak Lin, yang ramai sekali. Uniknya sotonya disajikan dengan mangkuk kecil jadi tidak heran bila bias habis 2 mangkok sekali makan. Di meja juga tersaji aneka makanan pelengkapnya, seperti tempe goring, perkedel, sate ayam dll, Tempatnya rameeeee banget.
Karena sudah siang kami lanjut ke hotel untuk check in, dan karena kami tiba jam 1 siang, kamar belum siap jadi kami harus menunggu sekitar 30 menit dan kami mendapat kamar yang diupgrade, ada sofa nya sehingga biaya extra bed kami batalkan, yeay rejeki anak nih.
Masuk kamar, si doi seneng banget langsung loncat-loncat dan nonton kartun, baru kemudian dia bias tidur siang. Keenakan tidur, sore kami bangunkan untuk makan malam, kali ini request saya nasi gandhul khas Pati Pak Memet di Jl. Dr Cipto. Nasi gandhul ada banyak varian lauk, ada jeroan sapi (ini jadi sebab saya suka, saya pecinta jerohan sapi, babat, paru, yang jarang sekali saya makan sehari-hari), dimasak dengan kuah santan yang manis dan diberi kecap manis. Bahkan si kecil juga suka. Lalu si Papi bertemu temannya dan kami ke mall untuk menghabiskan waktu. Keesokan harinya kami balik ke Surabaya.
Bekerja beberapa hari, saya dan adik berencana ke Probolinggo hari minggu tg 7 januari, 2018 untuk ke makam mami saya, maklum saya berencana ke Probolinggo sejak November tetapi tertunda terus, dengan berbagai kendala, ada pesanan, acara sekolah, dan hujan deras. Tetapi akhirnya adik saya tidak bias pergi karena anaknya sakit dan tiket hotelnya diberikan ke saya, cuss siang berangkat. Entah mengapa jalanan macet sekali, kami baru keluar Surabaya jam 4 sore dan masuk hotel jam 8 malam. Lama sekali dan sepanjang jalan hujan terus.
Paginya, bos kecil muntah lalu tidak bisa tidur lagi, dari jam 2.30 dini hari, sibuk sendiri dan si papi ngomel karena masih ingin tidur. Lalu pagi jam 5 saya ajak ke alun-alun kota Probolinggo sambil jalan kaki. Di Alun-alun kota Probolinggo selalu ada Car Free Day di hari Minggu jadi banyak sekali pedagang, dari mainan anak, makanan, snack, buah, dll. Dan saya membeli srikaya dan buah Naga dan kue kesukaan saya, cucur. Felix beli mainan dan naik beberapa mainan. Senengnya lagi, sudah ada gojek di Probolinggo sehingga lebih mobile. Lalu saya ke rumah, walaupun hanya dari depan saja tetapi cukup mengobati kerinduan, dan langsung menjenguk Vero yang baru melahirkan.
Tak lama kami kembali ke hotel untuk sarapan. Si Felix yang ngantuk berat tapi menahan rasa kantuknya. Kemudian saya mandi-mandi dan berangkat ke makam. Setelah nyampai hotel kami siap-siap pulang. Baru kali ini ke Probolinggo stay di hotel, hanya untuk istirahat dan tidak banyak ketemu teman.
Semoga liburan kali ini, bias menyenangkan bos kecil, yang sudah request menginap di hotel sejak beberapa waktu lalu.