Senin yang lalu, 22 Agustus 2016 saya terbang dari Jakarta ke Surabaya karena ada urusan mendadak. Saya sendiri ini adalah perdana saya pergi menginap tanpa F, biasanya papinya yang pergi menginap untuk urusan kantor. Saya hanya meninggalkan rumah 2 malam saja, tapi sedari mau berangkat F sudah melarang, tidak rela saya pergi.
Saya pribadi tidak begitu suka naik pesawat, karena menurut saya menyeramkan, wkwkwkw, anak dusun ni critanya. Di senin pagi, saya ambil flight jam 5.05 pagi dan pesawat berangkat tepat waktu. Entah mengapa, saat pilot mengajak berdoa, saya sangat terharu dan air mata ini tidak berhenti menetes. Bukan karena saya takut, tetapi lebih pada , betapa saya rindu junior yang di rumah, betapa saya sering sibuk dengan urusan saya sendiri dan kehilangan banyak waktu bermain dengannya. Semoga saya lebih bisa membagi waktu lagi.
Memang kita cenderung kurang mensyukuri berkat Tuhan saat berkat itu dekat, tetapi saat kita dijauhkan, kita akan merasakan betapa bersyukurnya kita atas berkat Tuhan. Saya yang 2 malam saja pergi dari rumah, perasaan jadi kacau, apalagi para ibu yang bekerja di luar kota dan baru berjumpa anak seminggu sekali, atau sebulan sekali, atau setahun sekali, entah bagaimana rasanya. Entah sedih atau mungkin sudah biasa.
Buat saya pribadi, berkumpul bersama dalam sebuah keluarga, itu sangat penting, bahkan saya prioritaskan, walaupun saya belum mampu jadi ibu rumah tangga yang tinggal di rumah. Mengapa saya berpikiran demikian? Saya dulu tinggal bersama adik dan mami saya dan mak-kong, sedangkan papi saya di luar kota bekerja, dan saya berjumpa dengannya hanya 1-2 kali saja dalam setahun, itupun hanya beberapa hari. Apa dampaknya:
- Saya dan adik saya kehilangan sosok ayah, dan itu mempengaruhi kejiwaan dan mental. Ada banyak sekali hal yang memang diajarkan oleh ayah pada anaknya, misal disiplin, peranan pria dalam rumah seperti berbenah bila ada yang rusak, yang memang banyak dilakukan mami saya misal saa genteng bocor, antenna TV tertiup angina, dll. Bisa jadi, bila saya salah jalan saya bisa mencari kasih sayang sosok ayah di luaran dan terjerumus di hal-hal yang negative, Puji Tuhan di sekeliling saya masih banyak orang yang mengajarkan nilai nilai kebenaran.
- Saya kehilangan moment komunikasi dan mengenal ayah saya beserta semua pola pikir dan budayanya. Walaupun di nama saya ada nama “Ginting” kami sama sekali tidak paham budaya Batak.
- Tidak ada kedekatan dengan ayah, ayah jadi orang asing, bahkan banyak anak kecil yang jarang bertemu ayahnya tidak mau mendekat. Saat adik saya kecil, dia tidak mau terlalu dekat dengan pria, mungkin di matanya, pria menakutkan.
Pasti banyak argument mengenai hal ini, karena memang seringkali yang menjadi alasan adalah persoalan ekonomi. Setiap keputusan punya dampak sendiri-sendiri. Setiap keluarga punya pertimbangan sendiri-sendiri jadi, pertimbangkan yang terbaik. Karena masa kecil anak hanya sekali saja, anak kita jadi anak yang manja hanya di 5 tahun pertamanya.
Setelah senin lalu saya merenungi keluarga sebagai berkat Tuhan, kembali Tuhan menegur saya. Pembicaraan semalam saat saya di dapur buat kue, saya mendengar dari kajauhan. Ceritanya, si papi sedang buat design stiker (jangan dibayangkan desain yang kueren, tetapi sederhana saja, maklum tidak bisa photoshop maupun corel) untuk acara peringatan setahun meninggalnya mama mertua. Buat desain nya di laptop.
F: Papi buat apa?
P: buat gambar untuk acara setahun meninggalnya mak.
F: Lho mak kok meninggal? F sayang mak, Kong, mami, papi, momo
Saat itu juga seakan air mata mau menetes
P: Yesus juga sayang Mak, makanya Mak duluan diajak Yesus ke surga
F: Mak di mana?
P: Mak di surga sama Yesus. Semua orang kelak pasti meninggal.
Hampir setahun setelah meninggalnya mamah, baru ini F menanyakan, mungkin dalam hatinya, dia mencari sosok Mak nya yang lama tidak dijumpai. Jujur saya shock mendengar pembicaraan itu, sungguh di luar dugaan saya, dia akan bertanya seperti itu. Satu sisi, kasian juga F, sudah tidak punya mak diusianya yang belum genap 4 tahun. Saya dulu ada mak bahkan saya sampai usia bekerja, walaupun hanya mak dari mami saya.
Entah mengapa, Mak dan Kong punya kasih sayang tersendiri di mata cucu, mungkin karena sering kasih hadiah dll. Semoga engkau tumbuh dengan tidak kekurangan kasih sayang ya nak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar