Libur lebaran ini kami awalnya hanya mau di Surabaya saja (baca Sidoarjo), tapi saya ingin sekali jalan-jalan ke luar kota, dalam pemikiran saya selagi libur panjang bisa jalan-jalan ke luar kota. Hubby saya ajak ke Batu, Malang tidak mau karena pasti macet, adik saya ajak kami ke Bali, saya yang tidak mau karena pasti habis banyak sedangkan tahun ini kami sudah banyak sekali pengeluaran, akhirnya kami memutuskan ke Jember, bersama kluarga adik saya, akhirnya setelah penantian yang cukup lama, kami bisa pergian bersama, yeayyyy
Kami berangkat tg 6 juli, tepat di hari H lebaran-1 dan kami sudah booking hotel via salah satu travel agent, teman saya, yang lebih murah daripada Agoda, Traveloka, dllsb. Awalnya kami hanya booking 1 malam saja. Kami bertemu di rest area Tol dan kami langsung menuju ke Jember, puji tuhan perjalanan lancar, hanya saja saat di perjalanan menuju Lumajang daerah Klakah banyak orang sedang meletuskan petasan, dan jujur, menurut saya menyeramkan ledakannya keras sekali sampai jalanan bergetar. Karena sedang idul fitri, banyak rumah makan tutup dan kami baru makan di Soponyono, Jember yang terkenal itu. Kami makan soto, semur sapi, pastel, lapis, dan menurut saya semua masakan dan snacknya mengingatkan saya pada mami saya, sungguh terasa enak buat saya, karena mengingatkan saya pada masakan mami saya.
Tiba di Jember, kami langsung mengunjungi rumah salah satu saudara mami saya, yang sudah lama sekali tidak berjumpa. Lalu kami ke hotel makan siang, karena banyak yang tutup. Tak lama kemudian kami bisa check in, dan kami tidur siang. Si F ngga mau tidur, ingin segera berenang, tapi akhirnya dia bisa tidur. Tak lama kemudian, bangun dan nagih berenang. Pas saudara sepupu saya datang beserta ke2 anaknya untuk juga berenang. Hanya berenang sebentar lalu kemi ke kamar dan makan pop mie, hanya untuk mengganjal perut agar tidak sakit, dan kami lanjutkan ke rumah saudara kami yang lain. Karena buka depot, dan tidak ada saingan, depotnya rame banget, sampai tidak sempat ngobrol. Saya kembali megenang masa sekolah saya, dulu saat masih sekolah, bila main ke sini pasti saya bantu cuci piring sambil menggosip bersama sepupu saya. Kami makan malam di sini, dan karena kedua anak sudah rewel kami balik ke hotel.
Saya berencana extend 1 malam di rumah saudara saya, dan karena adik saya juga mau extend akhirnya kami pindah hotel, puji Tuhan dapat kamar. Saya memang ingin ke Pantai Papuma yang tenar itu. Tenar dengan keindahannya, pasir putihnya, dan ombaknya. Pas sepupu saya juga mau ajak anaknya ke sana, jadi keesokan harinya kami ke pantai Papuma, perjalanan sekitar 1 jam.
Saya sendiri baru ini ke Papuma, dulu saat masih kecil, saya pernah ke pantai Watu Ulo, dekat sana juga dan karena termasuk pantai Selatan, ombaknya besar, dan saya pernah terseret arus sampai tercebur, rasanya selama 10 detik saya hanyut tetapi karena penyertaan Tuhan saya selamat, percaya ngga percaya saat itu saya pakai baju hijau, yang konon katanya kalau ke pantai selatan tidak boleh menggunakan baju hijau karena merupakan warna kesukaan Nyi Roro Kidul, yang adalah penguasa laut Selatan, entah mitos atau benar.
Tiba di Papuma, setelah melewati jalan yang berdebu dan berkelok kelok, tampaklah pantai dengan pasir putih yang membentang dan banyak batu besar di tengah laut, mata saya langsung segar. Sungguh saya takjub dengan keindahan pantainya, deburan ombaknya, pantainya bersih (semoga bisa tetap bersih, dan masyarakat sadar untuk tidak buang sampah di sana), langsung deh nyebur pantai (walau kami tiba sekitar jam 10 siang). Si junior suka banget main di pantai, sambil ketawa-ketawa kena air laut yang asin dan ombak yang membasahi bajunya. Setelah main selama satu jam, diajak mandi ngga mau, wkwkwkwk. Akhirnya kami mandi-mandi dan lanjut makan siang.
Yang suka tidur di alam, di Papuma juga ada resortnya dengan model rumah kayu. Kalau saya sih, ngga suka, membayangkan nyamuknya yang banyak dan besar-besar.
Makan siang masih di sekitar sana, tepatnya kearah Watu Ulo, menjual olahan sea food dan juga menjual aneka ikan beku. Kami makan siang ikan kakatua yang dibakar, udang goreng, dan gurita rasanya uenak, ikannya dan udangnya besar. Hubby juga bungkus bawa pulang ikan kudu-kudu, yang terkenal sebagai ikan dari perairan Sulawesi yang bila dimakan di resto seafood di Surabaya termasuk mahal. Padahal di sini per kg sekitar 35 ribu saja.
Ikan kudu-kudu termasuk ikan yang hidup di perairan dalam, bentuknya unik, kotak, cangkangnya keras, tetapi bagian dalamnya lembut, sama seperti daging ayam (baik saat mentah maupun setelah dimasak), tulangnya hanya di bagian bawah saja. Langsung eksekusi, sambil cari-care resep yang bisa saya gunakan di google. Akhirnya ikan saya olah menjadi fillet goreng tepung dan dibakar kecap. Junior suka banget filletnya, sayang Cuma beli seekor.
Fillet kudu-kudu goreng tepung:
Fillet diiris tipis dan dibalur tepung bumbu semacam kobe, dll dan digoreng saja, tinggal dimakan dengan saos tomat / sambal atau kecap.
Kudu-kudu bakar/panggang
Ikan kudu-kudu saya panggang di happy call, setelah tampak matang saya oles dengan saus kecapnya (campuran kecap manis dan bumbu ikan goreng bubuk “Racik”). Jadi deh saus ikan bakar instannya.
Kalau tidak mau instan bisa dengan ulek bawang putih, sedikit bawang merah, ketumbar dan kecap manis
Di tempat kami makan, mereka memelihara lele, kura-kura, ayam dan kalkun, jadi sembari menunggu masakan siap disantap anak-anak kecil, junior pada melihat aneka binatang, lumayan bisa digunakan sebagai edu vacation.