Sabtu, 29 Juli 2017

Sleeping budha, Mojokerto

Beberapa minggu lalu kami memang sengaja mau mbolang ke patung Sleeping Budha yang tenar di daerah Trowulan, Mojokerto. Mencari tempatnya tidak susah, karena tentunya kami pakai GPS, sahabat kami saat travelling.

Sampai di tempat langsung menuju tempatnya, yang adalah lokasi Wihara, bahkan ada penginapan untuk para umat yang mau melaksanakan retret dan ada pula penginapan para bikhu, pemuka agama Budha.

Saat masuk halaman kami langsung menuju ke lokasi patung Budha Tidur yang besar itu sekitar 20 meter lebarnya, yang berada di tengah-tengah dan dikelilingi oleh kolam ikan. Seperti biasa kami beli pakan ikan untuk kasih makan ikan, just for fun.

Karena ramai banget pengunjung, dan mayoritas adalah kaum muslim yang berencana ambil foto, selfie dll, yang menjadi salah satu potret keragaman Negara kita, semoga semua bisa hidup berdampingan dengan damai. Lalu kami lanjut mengitari taman, dan ada beberapa patung Budha lain, ada juga beberapa hewan lain. Dan saat kami melewati kandang anjing yang tampak kelaparan, hati kecil Felix langsung tergerak, dan kami kasih makan bakso dan biscuit karena kasian sekali mereka kelaparan dan kehausan.
Fall in love dengan bunga teratai ini

Saat kami berkeliling ada juga miniature Borobudur yang bagus sekali. Ada juga patung Budha 4 rupa, sayang saya tidak terlalu bisa banyak menjelaskan mengenai agama budha, yang saya tahu bahwa prinsip hidup dalam keharmonisan sangat dijunjung tinggi, dan memang mungkin saya pribadi perlu banyak belajar.

Satu hal yang berkesan, ada juga satu ruangan alat musik tradisional jawa seperti gamelan dan masih dimainkan, bukan pakai kaset, dan tentunya membuat suasana teduh.

Lain kali kita mau mbolang lagi ke tempat lain.

Lebaran 2017

Awalnya lebaran tahun ini si papi malas mudik, tapi karena adik yang Bandung mudik, saya ajak si papi mudik, toh kami mudik juga jarang-jarang, biasanya libur panjang seperti lebaran kami mudik, tampaknya sudah jadi agenda semua orang yang punya kampung halaman.
Agenda wajib ke makam mama

Kami berangkat hari kamis, 22 Juni siang, saya sengaja ambil cuti ½ hari agar supaya menghindari macet, berdasar pengalaman pernah beberapa tahun yang lalu saat cuti bersama, waktu tempuh yang biasanya 12 jam harus kami tempuh selama 16 jam, kebayang bosannya dan capeknya badan kan. Kali ini kami berangkat melewati Semarang bersama seorang teman yang datang dari Papua. Puji Tuhan perjalanan super lancar, ke Semarang hanya butuh waktu 5 jam, termasuk kami istirahat untuk makan malam.

Masuk Semarang kami langsung masuk hotel dan mandi-mandi, kami menginap di Hotel Patra Jasa, daerah Semarang atas, memang termasuk hotel kuno tetapi untuk harga di bawah 400 ribu dan menempati kamar Junior Suite termasuk sangat murahhhhh untuk fasilitas yang kami nikmati, kamar yang nyamannn, luas, ada balkon, bahkan masuk kamar Felix langsung lari-lari. Lalu kami ke rumah sahabat suami saya untuk say hello sebentar lalu balik ke hotel.

Keesokan paginya kami sarapan dan tentu saja berenang. Kami berenang cukup lama, benar-benar kami mau menikmati fasilitas hotel, dan ini pertama kali F cukup lama di kolam yang dalam, dan dengan berbekal pelampung yang baru dia berani loncat, diterima si papi tentunya dan akhirnya dia sudah agak bisa berenang, minimal berani menggerakkan kaki dan berusaha berenang. Walaupun memang sesuai prediksi mengajari anak sendiri lebih susah dari pada les.

Kami yang awalnya berencana semalam saja di Semarang tetapi karena kami ingin hadir di doa 100 hari papi sahabat jadi kami extend semalam lagi. Thanx banget ke papi yang sudah milih hotel yang super nyaman, tapi hari ke-dua kami tidak berenang. Kami keluar hotel jam 10 dan menemui sahabat lain, yang sebenarnya tinggal di Sidoarjo tapi kami berjumpa di Semarang. Kemudian kami lanjut ke Parakan dan tiba di Parakan sore pas sebelum malam takbiran.

Awalnya kami berencana jalan-jalan di Parakan, namun apa daya, keponakan yang dari Bandung sakit dan akhirnya opname di RS bahkan sampai kami pulang hari kamis, masih dipaksa pulang ijin RS. Kami meninggalkan Parakan hari kamis dan mengantar adik dari Bandung ke Bandara, dan kami menginap di hotel di Jogja. Malam harinya bertemu sahabat lama dengan 2 anaknya, bahkan untuk makan malam, kami hanya pesan gojek. Maklum si papi capek nyetir karena perjalanan ke Jogja kami mengambil jalur alternative karena macet bila kami harus melewati Secang-Magelang. Keesokan harinya, kami pulang ke Surabaya.

Kami menyempatkan ke makam mama, selagi pulang,walau sejenak tapi anak-anak sudah senang. Sungguh banyak belajar dari jiwa anak yang polos, hanya bermain bersama walau di makam mereka sudah senang sekali.
Hamparan tanaman tembakau
Dibawah kaki gunung sindoro sumbing

Kami juga menyempatkan jalan pagi, melihat jembatan yang beberapa waktu lalu diresmikan oleh pak Presiden Jokowi beberapa minggu sebelumnya. Walaupun jembatannya hanya bisa dilalui 2 orang atau 2 motor berpapasn, akan tetapi untuk warga sangat membantu karena mereka tidak harus mutar. Pulangnya kami menikmati hamparan sawah yang luas, kebun tembakau yang menjadi produk unggulan darah Parakan tapi karena jarak yang jauh akhirnya nemu delman yang ternyata langganan si papi dulu. Jadi pulangnya kami naik delman, kesukaan anak-anak.


Lebaran kali ini benar-benar di luar dugaan kami, yang seharusnya kami berlibur bersama, jadi tidak bisa karena Galuh sakit. Satu-satunya liburan kami saat makan siang menuju Jogja kami makan di Pringsewu yang ada tamannya. Si Galuh yang sakit langsung seger liat ayunan, mereka lari-lari sendiri. Let the kid be kids. Bahkan ada mainan kuno, egrang, dan si Felix berani mencobanya, good job.