Sabtu, 20 Agustus 2016

curcol

Senin yang lalu, 22 Agustus 2016 saya terbang dari Jakarta ke Surabaya karena ada urusan mendadak. Saya sendiri ini adalah perdana saya pergi menginap tanpa F, biasanya papinya yang pergi menginap untuk urusan kantor. Saya hanya meninggalkan rumah 2 malam saja, tapi sedari mau berangkat F sudah melarang, tidak rela saya pergi.

Saya pribadi tidak begitu suka naik pesawat, karena menurut saya menyeramkan, wkwkwkw, anak dusun ni critanya. Di senin pagi, saya ambil flight jam 5.05 pagi dan pesawat berangkat tepat waktu. Entah mengapa, saat pilot mengajak berdoa, saya sangat terharu dan air mata ini tidak berhenti menetes. Bukan karena saya takut, tetapi lebih pada , betapa saya rindu junior yang di rumah, betapa saya sering sibuk dengan urusan saya sendiri dan kehilangan banyak waktu bermain dengannya. Semoga saya lebih bisa membagi waktu lagi.

Memang kita cenderung kurang mensyukuri berkat Tuhan saat berkat itu dekat, tetapi saat kita dijauhkan, kita akan merasakan betapa bersyukurnya kita atas berkat Tuhan. Saya yang 2 malam saja pergi dari rumah, perasaan jadi kacau, apalagi para ibu yang bekerja di luar kota dan baru berjumpa anak seminggu sekali, atau sebulan sekali, atau setahun sekali, entah bagaimana rasanya. Entah sedih atau mungkin sudah biasa.

Buat saya pribadi, berkumpul bersama dalam sebuah keluarga, itu sangat penting, bahkan saya prioritaskan, walaupun saya belum mampu jadi ibu rumah tangga yang tinggal di rumah. Mengapa saya berpikiran demikian? Saya dulu tinggal bersama adik dan mami saya dan mak-kong, sedangkan papi saya di luar kota bekerja, dan saya berjumpa dengannya hanya 1-2 kali saja dalam setahun, itupun hanya beberapa hari. Apa dampaknya:
  • Saya dan adik saya kehilangan sosok ayah, dan itu mempengaruhi kejiwaan dan mental. Ada banyak sekali hal yang memang diajarkan oleh ayah pada anaknya, misal disiplin, peranan pria dalam rumah seperti berbenah bila ada yang rusak, yang memang banyak dilakukan mami saya misal saa genteng bocor, antenna TV tertiup angina, dll. Bisa jadi, bila saya salah jalan saya bisa mencari kasih sayang sosok ayah di luaran dan terjerumus di hal-hal yang negative, Puji Tuhan di sekeliling saya masih banyak orang yang mengajarkan nilai nilai kebenaran.
  • Saya kehilangan moment komunikasi dan mengenal ayah saya beserta semua pola pikir dan budayanya. Walaupun di nama saya ada nama “Ginting” kami sama sekali tidak paham budaya Batak.
  • Tidak ada kedekatan dengan ayah, ayah jadi orang asing, bahkan banyak anak kecil yang jarang bertemu ayahnya tidak mau mendekat. Saat adik saya kecil, dia tidak mau terlalu dekat dengan pria, mungkin di matanya, pria menakutkan.

Pasti banyak argument mengenai hal ini, karena memang seringkali yang menjadi alasan adalah persoalan ekonomi. Setiap keputusan punya dampak sendiri-sendiri. Setiap keluarga punya pertimbangan sendiri-sendiri jadi, pertimbangkan yang terbaik. Karena masa kecil anak hanya sekali saja, anak kita jadi anak yang manja hanya di 5 tahun pertamanya.

Setelah senin lalu saya merenungi keluarga sebagai berkat Tuhan, kembali Tuhan menegur saya. Pembicaraan semalam saat saya  di dapur buat kue, saya mendengar dari kajauhan. Ceritanya, si papi sedang buat design stiker (jangan dibayangkan desain yang kueren, tetapi sederhana saja, maklum tidak bisa photoshop maupun corel) untuk acara peringatan setahun meninggalnya mama mertua. Buat desain nya di laptop.

F: Papi buat apa?
P: buat gambar untuk acara setahun meninggalnya mak.
F: Lho mak kok meninggal? F sayang mak, Kong, mami, papi, momo

Saat itu juga seakan air mata mau menetes

P: Yesus juga sayang Mak, makanya Mak duluan diajak Yesus ke surga
F: Mak di mana?
P: Mak di surga sama Yesus. Semua orang kelak pasti meninggal.

Hampir setahun setelah meninggalnya mamah, baru ini F menanyakan, mungkin dalam hatinya, dia mencari sosok Mak nya yang lama tidak dijumpai. Jujur saya shock mendengar pembicaraan itu, sungguh di luar dugaan saya, dia akan bertanya seperti itu. Satu sisi, kasian juga F, sudah tidak punya mak diusianya yang belum genap 4 tahun. Saya dulu ada mak bahkan saya sampai usia bekerja, walaupun hanya mak dari mami saya.

Entah mengapa, Mak dan Kong punya kasih sayang tersendiri di mata cucu, mungkin karena sering kasih hadiah dll. Semoga engkau tumbuh dengan tidak kekurangan kasih sayang ya nak.



Minggu, 07 Agustus 2016

Papuma beach, Jember

Libur lebaran ini kami awalnya hanya mau di Surabaya saja (baca Sidoarjo), tapi saya ingin sekali jalan-jalan ke luar kota, dalam pemikiran saya selagi libur panjang bisa jalan-jalan ke luar kota. Hubby saya ajak ke Batu, Malang tidak mau karena pasti macet, adik saya ajak kami ke Bali, saya yang tidak mau karena pasti habis banyak sedangkan tahun ini kami sudah banyak sekali pengeluaran, akhirnya kami memutuskan ke Jember, bersama kluarga adik saya, akhirnya setelah penantian yang cukup lama, kami bisa pergian bersama, yeayyyy

Kami berangkat tg 6 juli, tepat di hari H lebaran-1 dan kami sudah booking hotel via salah satu travel agent, teman saya, yang lebih murah daripada Agoda, Traveloka, dllsb. Awalnya kami hanya booking 1 malam saja. Kami bertemu di rest area Tol dan kami langsung menuju ke Jember, puji tuhan perjalanan lancar, hanya saja saat di perjalanan menuju Lumajang daerah Klakah banyak orang sedang meletuskan petasan, dan jujur, menurut saya menyeramkan ledakannya keras sekali sampai jalanan bergetar. Karena sedang idul fitri, banyak rumah makan tutup dan kami baru makan di Soponyono, Jember yang terkenal itu. Kami makan soto, semur  sapi, pastel, lapis, dan menurut saya semua masakan dan snacknya mengingatkan saya pada mami saya, sungguh terasa enak buat saya, karena mengingatkan saya pada masakan mami saya.

Tiba di Jember, kami langsung mengunjungi rumah salah satu saudara mami saya, yang sudah lama sekali tidak berjumpa. Lalu kami ke hotel makan siang, karena banyak yang tutup. Tak lama kemudian kami bisa check in, dan kami tidur siang. Si F ngga mau tidur, ingin segera berenang, tapi akhirnya dia bisa tidur. Tak lama kemudian, bangun dan nagih berenang. Pas saudara sepupu saya datang beserta ke2 anaknya untuk juga berenang. Hanya berenang sebentar lalu kemi ke kamar dan makan pop mie, hanya untuk mengganjal perut agar tidak sakit, dan kami lanjutkan ke rumah saudara kami yang lain. Karena buka depot, dan tidak ada saingan, depotnya rame banget, sampai tidak sempat ngobrol. Saya kembali megenang masa sekolah saya, dulu saat masih sekolah, bila main ke sini pasti saya bantu cuci piring sambil menggosip bersama sepupu saya. Kami makan malam di sini, dan karena kedua anak sudah rewel kami balik ke hotel.

Saya berencana extend 1 malam di rumah saudara saya, dan karena adik saya juga mau extend akhirnya kami pindah hotel, puji Tuhan dapat kamar. Saya memang ingin ke Pantai Papuma yang tenar itu. Tenar dengan keindahannya, pasir putihnya, dan ombaknya. Pas sepupu saya juga mau ajak anaknya ke sana, jadi keesokan harinya kami ke pantai Papuma, perjalanan sekitar 1 jam.

Saya sendiri baru ini ke Papuma, dulu saat masih kecil, saya pernah ke pantai Watu Ulo, dekat sana juga dan karena termasuk pantai Selatan, ombaknya besar, dan saya pernah terseret arus sampai tercebur, rasanya selama 10 detik saya hanyut tetapi karena penyertaan Tuhan saya selamat, percaya ngga percaya saat itu saya pakai baju hijau, yang konon katanya kalau ke pantai selatan tidak boleh menggunakan baju hijau karena merupakan warna kesukaan Nyi Roro Kidul, yang adalah penguasa laut Selatan, entah mitos atau benar.

Tiba di Papuma, setelah melewati jalan yang berdebu dan berkelok kelok, tampaklah pantai dengan pasir putih yang membentang dan banyak batu besar di tengah laut, mata saya langsung segar. Sungguh saya takjub dengan keindahan pantainya, deburan ombaknya, pantainya bersih (semoga bisa tetap bersih, dan masyarakat sadar untuk tidak buang sampah di sana), langsung deh nyebur pantai (walau kami tiba sekitar jam 10 siang). Si junior suka banget main di pantai, sambil ketawa-ketawa kena air laut yang asin dan ombak yang membasahi bajunya. Setelah main selama satu jam, diajak mandi ngga mau, wkwkwkwk. Akhirnya kami mandi-mandi dan lanjut makan siang.

Yang suka tidur di alam, di Papuma juga ada resortnya dengan model rumah kayu. Kalau saya sih, ngga suka, membayangkan nyamuknya yang banyak dan besar-besar.

Makan siang masih di sekitar sana, tepatnya kearah Watu Ulo, menjual olahan sea food dan juga menjual aneka ikan beku. Kami makan siang ikan kakatua yang dibakar, udang goreng, dan gurita rasanya uenak, ikannya dan udangnya besar. Hubby juga bungkus bawa pulang ikan kudu-kudu, yang terkenal sebagai ikan dari  perairan Sulawesi yang bila dimakan di resto seafood di Surabaya termasuk mahal. Padahal di sini per kg sekitar 35 ribu saja.

Ikan kudu-kudu termasuk ikan yang hidup di perairan dalam, bentuknya unik, kotak, cangkangnya keras, tetapi bagian dalamnya lembut, sama seperti daging ayam (baik saat mentah maupun setelah dimasak), tulangnya hanya di bagian bawah saja. Langsung eksekusi, sambil cari-care resep yang bisa saya gunakan di google. Akhirnya ikan saya olah menjadi fillet goreng tepung dan dibakar kecap. Junior suka banget filletnya, sayang Cuma beli seekor.

Fillet kudu-kudu goreng tepung:
Fillet diiris tipis dan dibalur tepung bumbu semacam kobe, dll dan digoreng saja, tinggal dimakan dengan saos tomat / sambal atau kecap.

Kudu-kudu bakar/panggang
Ikan kudu-kudu saya panggang di happy call, setelah tampak matang saya oles dengan saus kecapnya (campuran kecap manis dan bumbu ikan goreng bubuk “Racik”). Jadi deh saus ikan bakar instannya.

Kalau tidak mau instan bisa dengan ulek bawang putih, sedikit bawang merah, ketumbar dan kecap manis



Di tempat kami makan, mereka memelihara lele, kura-kura, ayam dan kalkun, jadi sembari menunggu masakan siap disantap anak-anak kecil, junior pada melihat aneka binatang, lumayan bisa digunakan sebagai edu vacation.

Rabu, 03 Agustus 2016

Hash - HHH

Tanggal 12 Juni yang lalu di lingkungan kami mengadakan acara keakraban antar warga dengan mengikuti jalan bersama klub Hash (HHH = house hash harrier). Klub ini sudah lama ada di Surabaya dan sekitarnya, bahkan semasa saya kuliah saya beberapa kali mengikuti. Dari dulu uang konsumsinya tetap hanya Rp 10.000 saja. Ada 3 kategori rute yang bisa dipilih: short, medium, dan long, lokasinya pun berpindah-pindah agar peserta tidak bosan.
 
Singkat cerita, minggu pagi jam 10.00 kami kumpul di rumah salah satu warga dan berangkat jam 10.30 langsung menuju lokasi di daerah Trawas, Vanda Gardenia, tiba di sana karena “F” baru bangun tidur, saya beli sate untuk makan siangnya karena sudah saatnya makan siang, tapi ngga dimakan karena masih ngatuk.

 
Kami lanjut jalan kaki, tentunya kami mengambil rute short, wkwkwkwkw. Di awal perjalanan, secara bergantian kami gendong si “F” dan bisa ditebak kan kalo kami di barisan paling belakang, wkwkwkwk, puji tuhan para panitia sangat sabar menemani kami berjalan di barisan paling belakang, walaupun tampaknya kaki mereka udah gatel pengen lari aja. Saya salut banget dengan para panitia walaupun mereka sudah tua (para pensiunan dengan usia di atas 60 tahun masih semangat jalan dengan stamina yang tidak bisa diremehkan (saya aja ngga kuat, wkwkwkwk),  mereka ramah dan baik sekali.
 
Akhirnya rute short sudah bisa kami selesaikan dan di akhir rute “F” mau jalan sendiri, puji Tuhan, setelah makan jelly dan oreo, fiuh ternyata BT karena lapar. Setelah tiba di tempat kumpul langsung makan siang deh, makannya sup daging dengan sambal taoco, enak lho, dan ada lagi makanan tradisional yang sudah lama sekali saya pengen tapi ngga mungkin saya buat karena hanya saya yang mau, bubur sagu lengkap dengan ketela/ubi jalar, cukup bisa menghapus kerinduan saya.
 
Setelah olahraga, lanjut ke villa salah satu warga lingkungan, yang memang semalam sebelumnya, beberapa lansia sudah berangkat terlebih dahulu dan menginap di sana. Di villa ada kolam renang, dan tentunya “F” berenang, senang sekali dia berenang. Disediakan juga es blewah dan ronde, pisang goreng, dan rujak, sangat menyenangkan. Selama di villa, “F” juga naik kuda keliling komplek, ini juga terinspirasi anak-anak remaja yang juga pada naik kuda. Sedangkan saya menikmati sore mendengarkan lagu jadul yang dinyanyikan para remaja yang masih berusia SMP yang paham lagu dari Westlife, serasa teringat masa SMU.

 
Kami menuju ke Surabaya sekitar jam 5 sore dan makan malam sebentar di Soto Gondrong, dan seperti biasa karena kecapekan “F” muntah, padahal yang dimakan sudah banyak, stress lha si emak. Lanjut makan lagi dan di perjalanan pulang dia bobo.
 
Saya happy banget bisa jalan-jalan keluar kota, menikmati segarnya udara perbukitan, hijaunya dedaunan yang masih alami, dan sejuknya udara, seandainya bisa sering-sering refreshing.