Senin, 16 Februari 2015

my mom, my hero

PUJIAN UNTUK IBUKU

Baca: Amsal 31:10-31

Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia: Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua. (Amsal 31:28-29)


Bacaan Alkitab Setahun:
Bilangan 3-4


Saya tertarik membaca ungkapan hati Dena Dyer tentang ibunya. Ia menulis, “Ibu belum pernah ikut lari maraton, namun tengah malam ia bisa lari ke toko membeli obat ketika aku sakit. Ibu belum pernah bekerja di luar rumah, namun ia menjadikan rumah kami seperti oasis. Ibu adalah panutanku. Ibu menyeka begitu banyak air mata ketika aku menghadapi masalah dengan anak laki-laki, menenangkanku ketika aku bermimpi buruk, dan melantunkan ribuan doa untukku. Aku sudah berkali-kali memberi tahu ibu: dialah pahlawanku. Aku tersenyum senang jika orang berkata aku mirip ibuku karena aku tidak ingin mirip siapa pun di dunia ini selain ibuku.”

Berapa sering anak kita memberikan pernyataan yang tulus dengan menyebut ibunya sebagai orang yang berbahagia? Bukan pernyataan yang dibuat-bu
at, melainkan lahir dari pengalaman anak dalam kehidupan rumah tangga, dalam melihat sikap dan perilaku seorang ibu di tengah keluarga. Penulis kitab Amsal menyebutkan bahwa istri yang takut akan Tuhan merupakan modal penting dalam rumah tangga yang berbahagia. Ia menjadi kebanggaan dan membangkitkan sukacita bagi suami dan anak-anaknya.

Sungguh besar peran seorang ibu di tengah-tengah keluarga kita. Mereka dipanggil Tuhan menjadi penolong bagi suami dan ibu bagi anak-anak mereka. Ketika badai menerpa perahu kehidupan rumah tangga, para ibu diharapkan tetap berdiri dengan iman yang teguh, mendukung sang suami dan menenangkan anak-anak. Mari kita meluangkan waktu untuk berdoa bagi para ibu.—SYS

PEREMPUAN YANG CAKAP DAN TAKUT AKAN TUHAN
MENDATANGKAN BERKAT BAGI SUAMI DAN ANAK-ANAKNYA

Di atas adalah renungan yang biasa diemail oleh salah seorang staf di kantor beberapa hari lalu. Entah mengapa saat membacanya hati saya bergetar.

Saya sendiri memandang mami saya luar biasa, sebagai single parent (janda) yang mampu menguliahkan 2 anaknya seorang diri. Perjuangan yanh dilakukannya luar biasa. Tidak munafik bahwa pada saat saya kecil/ABG, saya pun iri dengan kehidupan teman yang lain yang tampak sangat indah, materi tersedia, orangtua lengkap, dan penuh kasih sayang. Saya iri dengan teman-teman saya yang dekat dengan ibunya, sedangkan mami saya sibuk bekerja, jarang ngobrol dan meluangkan waktu bersama keluarga.

Titik balik saya adalah pada saat saya kuliah, saya juga tidak paham dengan jelas mengapa saya tiba-tiba memandang dengan sudut pandang yang berbeda. Saya melihat pengorbanan mami yang luar biasa. Pernah suatu ketika, mami sakit dan tidak dapat bekerja, otomatis tidak ada yang masak, suasana rumah jadi sepi, mami hanya mengurung diri di kamar dan istirahat. Terasa aneh karena biasanya mami sibuk di dapur hingga malam dan bekerja.

Sampai pada saat mami meninggal, saya membaca buku hariannya, di mana mami menuliskan perasaannya saat merindukan papi yang bekerja di Jakarta sedangkan kami di Probolinggo. Saat papi mengalami kecelakaan dan harus menemani papi saat koma selama sebulan di RS dan akhirnya papi meninggal, bagaimana mami seorang diri ke Medan (tempat yang mungkin tak pernah dipikirkan oleh mami saya) untuk memakamkan papi dan mengurus semua permasalahan dokumen, belum lagi dengan uang yang terbatas. Bahkan setelah itu melihat ada 2 anaknya yang masih SD dan TK yang masih harus dinafkahi. Di buku itu, saya baca betapa mami saya berusaha tegar dan kuat di depan kami anak anak dan keluarga lain, padahal mami saya juga capek, hancur, dan putus asa.

Di mata saya mami adalah sosok yang luar biasa, bukan yang sempurna tapi punya semangat dan pengorbanan yang luar biasa. Pengorbanan karena cintanya pada keluarga.

Saya jadi berkaca  pada mami, akankah Felix juga bisa merasakan hal yang sama, melihat maminya juga papinya sebagai sosok yang penuh cinta dan pengorbanan untuk keluarga. Bukan karena saya ingin dikagumi. Tapi menjadi tugas saya sebagai seorang ibu untuk membawa cinta di rumah-keluarga.

Untuk semua ibu, seberapapun kita sibuk bekerja atau capek, saya yakin di lubuk hati yang paling dalam kita rindu untuk banyak menghabiskan waktu bersama keluarga.

2 komentar: