Rabu, 25 Oktober 2017

Pantai Kenjeran, Surabaya

Hari minggu yang lalu dalam perjalanan ke gereja, bos kecil terlelap di mobil dan bobonya pulas sekali sampai ngorok-ngorok (mendengkur), dan kalau dibangunkan untuk ke gereja hamper dapat dipastikan dia bakal marah-marah akhirnya ngukur jalan deh, kita berkendara di mobil dan akhirnya nyampai di pantai ria Kenjeran. Kita memang ada wacana mau ke Pantai Ria Kenjeran, mau melihat patung Budha 4 wajah dan Patung Dewi Kwan Im, dan kali ini ke sana tanpa perencanaan.

Tiba di sana kami membeli aneka snack olahan ikan, seperti kerupuk kulit ikan, telur terung dll. Lalu kami jalan ke tempat yang bias naik perahu. Naik perahu hanya Rp 10.000/orang harus menunggu perahu penuh, kalau mau carter harganya Rp 300.000/perahu. Bos kecil ajak naik perahu tapi karena kami di sana saat siang jadi terik sekali kami tidak naik perahu. Hanya duduk di tepi pantai menikmati kelapa muda dan sate kerang, kuliner baru dan bos kecil suka, jadi semi wisata kuliner.

Lalu kami lanjut ke lokasi patung Budha 4 rupa dan ada beberapa patung Gajah di sekelilingnya. Dan kami mendengar suara anjing menggonggong, ternyata di belakang lokasi patung 4 wajah ada kolam renang anjing dan grooming, saya saja baru tahu. Kami di sini tidak lama, hanya member sedikit pengetahuan saja. Ini tampaknya sekitar 8 tahun setelah terakhir kali saya ke tempat ini.

Keluar dari lokasi patung kami melihat ada penjual burung untuk tradisi Fang Sheng yang dijual per ekor Rp 1.500,-. Tradisi Fang Sheng sangat erat dengan ajaran agama Buddha. Tetapi ada makna yang tersirat dibalik ritual melepas makhluk hidup ini. Ritual yang digelar dengan melepaskan hewan hidup ke alam ini, dipercaya memiliki pengaruh bagi kehidupan dan keberuntungan.
Biasanya, warga keturunan Tionghoa melepaskan hewan penyu, kura-kura, ikan, atau burung. Penyu yang berumur panjang dipercaya sebagai suatu permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar diberikan umur panjang bagi yang melepasnya. Kebiasaan untuk melakukan tradisi Fang Sheng ini bisa kita lihat pada saat-saat tertentu, misalnya saat tahun baru Imlek, Qing Ming (Cheng Beng), Gui Yue (Cit Gwee) atau saat ritual tolak bala.
Pelepasan makhluk hidup seperti yang dilakukan oleh warga keturunan Tionghoa diatas, dalam ajaran agama Buddha disebut sebagai Fang Sheng. Fang Sheng berasal dari bahasa Mandarin, yang mana Fang berarti “melepas” dan Sheng menunjuk pada “makhluk hidup”.
Dengan demikian, Fang Sheng memiliki pengertian yang berarti melepaskan makhluk hidup ke habitatnya masing-masing agar mereka dapat mereguk kembali kehidupan alam yang bebas dan bahagia (tidak dikurung). Selain itu, tujuannya juga untuk memberikan kesempatan untuk terus hidup kepada makhluk lain.
Dan doi suka sekali proses melepas burung ini. Walaupun saya bukan bertujuan untuk mengikuti budaya Fang Sheng, saya hanya memperkenalkan bahwa kita harus baik pada semua makhluk hidup. Dan setelah dilepaskan ada kucing yang mengincar.

Selama burung di dalam sangkar sebelum dilepas, ada beberapa yang sudah menanti pintu sangkar dibuka, dan begitu pintu terbuka langsung terbang keluar. Ada yang mengikuti temannya, ada yang tetap tinggal di sangkar sampai sangkar karus diketuk-ketuk agar burung keluar. Lucu juga tingkahnya.

Lalu kami balik perjalanan dan sudah menagih ke mall, untuk main di mall. Kalau anaknya sudah besar sudah suka pergi dan main di mall. Tiap ke mall selalu main hmmm. Saya hanya berusaha menikmati saja proses tumbuh kembangnya dan berusaha membuatnya senang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar